Waspada Separuh Indonesia Diprediksi Bakal Alami Kemarau Kering : Mulai April  Ini Daftar Wilayahnya

Ilustrasi (dok:net)

JAKARTA (SURYA24.COM)  - Musim Kemarau 2023 akan diwarnai cuaca yang lebih kering dari biasanya. Menurut prakiraan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), hampir 50 persen wilayah Indonesia yang akan mengalami fenomena cuaca tersebut.

     Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyebut 327 zona musim atau 46,78 persen berpotensi mengalami kemarau yang lebih kering. Sementara, 327 zona musim lainnya mengalami musim kemarau yang normal.

    "Secara umum musim kemarau ini normal dan ada di bawah normal, masing-masing sebanyak 327 zona musim," jelas Dwikorita dalam konferensi pers daring, Senin (6/3).

   Menurut prakiraan tersebut, 327 zona musim atau 47 persen wilayah Indonesia akan mengalami kemarau yang lebih kering.

   Dikutip dari cnnindonesia.com, wilayah yang berpotensi lebih kering ada Aceh bagian utara, sebagian Sumatera Utara, Riau bagian utara, Sumatera bagian selatan, sebagian besar Jawa, Bali.

    Selain itu, sebagian Nusa Tenggara, Kalimantan bagian selatan, sebagian Sulawesi, Maluku Utara, Papua Barat bagian selatan, dan Papua bagian selatan.

Kemarau lebih basah

    Di sisi lain, Dwikorita menyebut ada 45 zona musim (6,44 persen) dengan musim kemarau yang lebih basah.

    Wilayah yang mengalami kondisi ini antara lain Aceh bagian selatan, Sumatera Utara bagian tengah, Sumatera Barat bagian selatan, sebagian kecil Jawa, sebagian kecil Nusa Tenggara Timur, sebagian Kalimantan Utara, dan Sulawesi Barat bagian utara.

      Lebih lanjut, Dwikorita menyebut puncak musim kemarau di tanah air tidak terjadi serempak. Hampir setengah wilayah tanah air akan mengalami puncak musim kemarau pada Agustus, tetapi ada beberapa wilayah yang mengalami puncak kemarau lebih awal pada Juli.

    Dwikorita memaparkan 321 wilayah zona musim akan mengalami puncak kemarau pada Agustus.

      Wilayah ini meliputi Sumatera Selatan bagian timur, Kepulauan Bangka Belitung, Lampung, sebagian besar pulau Jawa, sebagian Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan sebagian Pulau Sulawesi.

     Sedangkan wilayah yang mengalami puncak kemarau pada Juli mencakup 186 zona musim atau 26,61 persen wilayah Indonesia. Data BMKG juga menyebut 95 zona musim yang akan mengalami puncak kemarau pada September.

 

     Sebelumnya, para pakar mengungkap Bumi kian memanas akibat peningkatan kadar gas rumah kaca (karbon dioksida, nitrogen dioksida, metana, dan freon) di atmosfer.

    Gas-gas ini prinsipnya memerangkap panas Matahari agar tak memantul ke luar angkasa. Dalam kondisi lingkungan normal, keberadaan gas ini diperlukan untuk membuat Bumi hangat.

    Saat kadarnya berlebih, terutama akibat emisi karbon dari kendaraan bermotor dan industri, gas-gas ini memicu peningkatan panas secara global hingga memicu perubahan iklim.

    Akibatnya adalah siklus hidrologi yang berubah yang membuat cuaca lebih ekstrem, musim hujan makin basah, musim kemarau makin kering. Ujungnya adalah bencana alam makin banyak.

Mulai April

   Dibagian lain Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut awal musim kemarau 2023 akan terjadi lebih awal pada April. Namun, itu hanya terjadi di sejumlah wilayah tertentu.

    "Kita simpulkan dari prakiraan musim kemarau ini umumnya akan tiba lebih awal dibandingkan biasanya," ujar Dwikorita Karnawati, Kepala BMKG, dalam konferensi pers daring, Senin (6/3).

   "Dari total 699 zona musim di Indonesia sebanyak 119 zona musim atau 17 persen diprediksi memasuki musim kemarau pada bulan April 2023 yaitu di Nusa Tenggara, Bali, dan sebagian Jawa Timur," imbuhnya.

   Menurutnya, awal musim kemarau ini berkaitan erat dengan peralihan angin monsun Asia atau angin yang bertiup dari arah benua Asia menuju ke benua Australia yang melintasi wilayah kepulauan Indonesia.

    Angin ini beralih menjadi angin timuran yang bertiup dari benua Australia ke benua Asia.

 

    "Angin musim kemarau ini diawali dengan bertiupnya angin dari arah Benua Australia yang akan dimulai dari wilayah Nusa Tenggara dan Bali pada bulan april 2023," tuturnya seperti dilansir cnnindonesia.com.

   "Lalu disusul terjadi di wilayah Jawa kemudian terjadi berkembang hampir di seluruh wilayah Indonesia pada periode Mei hingga Agustus 2023," jelas Dwikorita.

    Usai Nusa Tenggara, Bali, dan sebagian Jawa Timur, dia menyebut musim kemarau akan terjadi di 156 zona musim atau 22,3 persen wilayah tanah air pada Mei.

     Beberapa wilayah yang mengalami awal kemarau pada Mei ini adalah sebagian besar Jawa Tengah, Yogyakarta, sebagian besar Jawa Barat, sebagian besar Banten, sebagian Pulau Sumatera bagian selatan, dam Papua bagian selatan.

    Sementara, daerah yang baru memulai kemarau pada Mei adalah Jakarta, sebagian kecil Pulau Jawa, sebagian besar Sumatera Selatan, Kepulauan Bangka Belitung, sebagian besar Riau, sebagian besar Sumatera Barat, dan sebagian Pulau Kalimantan bagian utara.

 

    Pada musim kemarau 2023, Dwikorita menyebut curah hujan diprediksi akan normal, tetapi beberapa wilayah berpotensi lebih kering dari biasanya.

    "Curah hujan yang turun pada periode musim kemarau 2023 diprediksi akan normal hingga lebih kering dibandingkan biasanya," tandas dia.

Lebih Awal dari Biasanya

    Sebelumnya Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut sebagian besar wilayah di tanah air akan mengalami musim kemarau lebih awal dari biasanya pada 2023. Berikut daftar daerahnya.

    "Musim kemarau 2023 di Indonesia maju ada 289 zona musim atau 41,34 persen zona musim mengalami musim kemarau," ujar Dwikorita Karnawati, Kepala BMKG, dalam konferensi pers daring, Senin (6/3).

 

     "Wilayah yang awal kemaraunya diprediksi maju yaitu sebagian wilayah Sumatera Utara, sebagian Jawa, sebagian kecil Bali, sebagian Nusa Tenggara, sebagian Kalimantan, dan sebagian Sulawesi," imbuhnya.

   Dwikorita menambahkan 29 persen wilayah atau 200 zona musim akan mengalami musim kemarau pada waktu yang normal. Selain itu, 95 zona atau sekitar 13,6 persen wilayah yang waktu musim kemaraunya mundur.

    Menurut dia, tulis cnnindonesia.com, kategori normal kedatangan musim kemarau ini mengacu pada musim kemarau periode 1991 hingga 2020.

     Ia mengatakan hampir setengah wilayah Indonesia akan mengalami kemarau yang lebih kering dari biasanya atau yang dalam istilah BMKG disebut sebagai "di bawah normal."

    Padahal, menurutnya, Indonesia sudah terbiasa dengan musim kemarau yang basah karena fenomena La Nina.

    "Selama tiga tahun berturut-turut 2020 hingga 2022 kita sudah mulai terbiasa dengan musim kemarau yang basah yang 'di atas normal', artinya sudah biasa ada hujan di musim kemarau."

    "Saat ini kembali ke normal bahkan ada potensi El Nino, artinya ada potensi lebih kering terutama dibandingkan 3 tahun ke belakang," jelas Dwikorita.

    Menurut data BMKG, 327 zona musim atau 47 persen wilayah Indonesia akan mengalami kemarau yang lebih kering.

   Wilayah yang berpotensi lebih kering di antaranya Aceh bagian utara, sebagian Sumatera Utara, Riau bagian utara, Sumatera bagian selatan;

    Selain itu, sebagian besar Jawa, Bali, sebagian Nusa Tenggara, Kalimantan bagian selatan, sebagian Sulawesi, Maluku Utara, Papua Barat bagian selatan, dan Papua bagian selatan.

    Sebelumnya, para pakar sepakat bahwa Bumi kian memanas akibat peningkatan kadar gas rumah kaca (karbon dioksida, nitrogen dioksida, metana, dan freon) di atmosfer. Gas-gas ini prinsipnya memerangkap panas agar tak memantul ke luar angkasa.

     Dalam kondisi lingkungan normal, keberadaan gas ini diperlukan untuk membuat Bumi hangat. Saat kadarnya berlebih, terutama akibat emisi karbon dari kendaraan bermotor dan industri, gas-gas ini memicu peningkatan panas secara global hingga memicu perubahan iklim.

    Efek nyatanya adalah siklus hidrologi yang berubah, cuaca lebih ekstrem, musim hujan makin basah, musim kemarau makin kering. Ujungnya adalah bencana alam.***